Pages

Kamis, 27 Oktober 2011

tugas 2 DIKSI (bahasa Indonesia 1)

Upaya Mencegah Korupsi Saat Pemeriksaan Pajak

Diunggah oleh gsunendar

Kamis, 12 May 201108:16

Oleh Pandojo B

Seperti sudah dimaklumi bahwa masyarakat pada umumnya akan dengan mudah terpengaruh untuk mempercayai informasi-informasi yang mereka peroleh secara terus menerus walaupun informasi tersebut belum tentu benar atau perlu dibuktikan kebenarannya, apalagi terhadap informasi yang berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang menjadi perhatian publik.

Terhadap permasalahan yang saat ini menjadi perhatian publik, diantaranya mengenai masalah yang menimpa Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) sebagai akibat perilaku koruptif oknum pajak sehingga sangat merugikan keuangan negara (tentunya membuat geram sebagian besar atau bahkan mungkin seluruh warga Negara Republik tercinta ini), ternyata berdampak menciptakan informasi-informasi negatif yang belum tentu benar tentang segala aktivitas yang dilakukan jajaran Ditjen Pajak.

Adalah merupakan konsekuensi dari organisasi pelayanan masyarakat yang apabila dalam pelaksanaan salah satu aktivitasnya ditenggarai terdapat penyimpangan yang dilakukan oleh oknum tertentu dapat berakibat negatif pula pada keseluruhan aktivitas yang dilakukan, walaupun perubahan-perubahan kearah yang lebih baik terus dilakukan serta sudah dirasakan dampak positifnya.

Salah satu aktivitas yang menjadi wewenang Ditjen Pajak yang juga mendapatkan dampak negatif adalah Pemeriksaan Pajak, dengan perilaku yang tidak baik dari oknum pajak tertentu sepertinya menguatkan atau mendukung anggapan sebagian masyarakat Wajib Pajak bahwa kegiatan pemeriksaan pajak dapat dijadikan sebagai ladang korupsi bagi pegawai pajak, sehingga banyak Wajib Pajak takut dan menghindar apabila dilakukan pemeriksaan pajak.

Menyadari hal itu adalah sangat penting kiranya untuk disampaikan beberapa informasi mengenai peraturan dalam pemeriksaan pajak, khususnya terkait dengan anggapan tersebut diatas, mengingat munculnya anggapan negatif dari Wajib Pajak terhadap masalah perpajakan salah satunya adalah diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan pajak yang dimiliki oleh Wajib Pajak.

Upaya Mencegah Korupsi Saat Pemeriksaan Pajak

Korupsi adalah penyakit sosial yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan dan bisa terjadi pada semua waktu, tempat dan jabatan. Tidak terkecuali terjadi pada saat dilakukannya pemeriksaan pajak. Korupsi dapat berupa penyuapan (bribery), pemerasan (extortion) dan nepotisme.

Pada kasus korupsi yang mungkin terjadi pada saat dilakukannya pemeriksaan pajak, informasi yang berkembang dan sering diterima oleh masyarakat sebagian besar adalah korupsi berupa pemerasan (extortion) yang dilakukan aparat pemeriksa pajak dalam hal ini tentunya adalah oknum pemeriksa pajak.

Sejalan dengan semangat reformasi birokrasi yang dimulai sejak tahun 2002, Ditjen Pajak telah berupaya keras mencegah kemungkinan terjadinya korupsi disegala lini, termasuk kemungkinan korupsi dalam bentuk pemerasan (extortion) yang dilakukan oleh oknum pemeriksa pajak. Salah satu upaya tersebut adalah dengan menyempurnakan peraturan dibidang perpajakan (selain upaya-upaya lain yang terus dilakukan, seperti : Pembinaan Kode Etik Pegawai yang dilakukan secara teratur melalui kegiatan Internalisasi Kode Etik).

Terkait dengan peraturan dalam pemeriksaan pajak, apabila Wajib Pajak menggunakan haknya tentunya apabila ada pemeriksa pajak yang memiliki jiwa koruptif akan berfikir panjang untuk melakukan pemerasan (exortion), mengingat didalam Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak dicantumkan beberapa hak Wajib Pajak dalam Pemeriksaan Pajak, yaitu :

  1. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan;
  2. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan pemberitahuan secara tertulis sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan;
  3. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan Pemeriksaan;
  4. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila susunan Tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
  5. menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
  6. menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan;
  7. mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan oleh Tim Pembahas, dalam hal terdapat perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; dan
  8. memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui pengisian formulir Kuesioner Pemeriksaan.

dari isi peraturan tersebut diatas terlihat bahwa secara langsung terdapat bentuk pengawasan yang dilakukan baik oleh Wajib Pajak yang diperiksa maupun pengawasan oleh internal Ditjen Pajak karena ada keterlibatan aparat pajak lainnya dalam proses penyelesaian pemeriksaan, khususnya pada point dimana Wajib Pajak berhak “mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan oleh Tim Pembahas, dalam hal terdapat perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan”.

Permohonan pembahasan tersebut diajukan Wajib Pajak kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk dilakukan pembahasan oleh Tim Pembahas Tingkat KPP, dan apabila Wajib Pajak masih berbeda pendapat dengan Tim Pembahas Tingkat KPP, Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah agar dilakukan pembahasan lebih lanjut oleh Tim Pembahas Tingkat Kantor Wilayah.

Selain dari itu dalam rangka melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pemeriksaan, Ditjen Pajak juga memberlakukan pelaksanaan kegiatan Reviu atau Telaahan Sejawat (Peer Review) terhadap Konsep Laporan Hasil Pemeriksaan dan terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-10/PJ.04/2008 Tgl. 31 Desember 2008, kegiatan tersebut dapat dilaksanakan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kantor Wilayah, dengan demikian terdapat aparat pajak lainnya yang memantau pelaksanaan pemeriksaan pajak.

Peraturan lain yang bisa dikaitkan dengan upaya pengawasan pelaksanaan pemeriksaan adalah Surat Edaran Nomor SE-120/PJ/2010 Tgl. 18 November 2010 Tentang Penjaminan Kualitas Pemeriksaan Khusus, dimana didalam peraturan tersebut disebutkan bahwa didalam proses penyelesaian pemeriksaan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak menugaskan Tim Asistensi Analisa Resiko yang telah dibentuk sejak proses usulan pemeriksaan dilakukan, untuk melakukan pembahasan konsep Laporan Hasil Pemeriksaan dengan Tim Pemeriksa Pajak.

Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa upaya-upaya pencegahan korupsi yang mungkin terjadi saat dilakukannya pemeriksaan pajak telah dilakukan oleh institusi Ditjen Pajak, antara lain baik melalui pembinaan Kode Etik Pegawai yang dilakukan secara teratur, maupun melalui penyempurnaan peraturan perpajakan khususnya di bidang pemeriksaan pajak sehingga terdapat apa yang disebut dengan Tim Reviu atau Penelaahan Sejawat (Peer Review), Tim Pembahas, Tim Asistensi atas kegiatan pemeriksaan pajak.

Demikianlah beberapa informasi yang dapat penulis sampaikan terkait penyempurnaan peraturan perpajakan yang terus dilakukan Ditjen Pajak dalam upaya mencegah kemungkinan terjadinya korupsi saat pemeriksaan pajak, dan semoga informasi ini bermanfaat bagi seluruh stakeholders Direktorat Jenderal Pajak.

Sumber:

http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2011/03/21/upaya-mencegah-korupsi-saat-pemeriksaan-pajak/

Analisis

No.

Salah Diksi

Perbaikan

Alasan/Analisis

1

akan dengan mudah terpengaruh

Akan mudah terpengaruhi

Kata “dengan” mengandung arti cara . untuk itu kata”dengan”tidak perlu ditulis karena sudah terwakili kata “mudah” sehingga tidak boros kata

2

informasi-informasi

Informasi

Terkesan pemborosan kata, karena informasi itu mengandung arti “banyak” jadi tidak perlu mengulang kata

3

terus menerus

Terus-menerus

Perlu ditambah tanda penghubung(-) karena masih dalam satu arti

4

belum tentu

Tidak tentu

“belum” merupakan kata tidak baku

5

permasalahan-permasalahan

Permasalahan

Terkesan pemborosan kata, karena permasalahan itu mengandung arti “banyak” jadi tidak perlu mengulang kata

6

atau bahkan mungkin

Atau bahkan

Karena kata “atau” tidak dipasangkan dengan kata “mungkin”

7

yang belum

Yang tidak

“belum” merupakan kata tidak baku

8

Adalah merupakan

Adalah

Pemborosan kata. Dapat dipakai salah satu diantara dua kata tersebut.

9

yang apabila

Apabila

Pemborosan kata dan terlalu mengulur kata. “yang” mengandung arti menuju.

10

perubahan-perubahan

Perubahan

Terkesan pemborosan kata, karena kata “perubahan” itu mengandung arti “banyak” jadi tidak perlu mengulang kata agar kalimat lebih efektif

11

yang juga

Yang

“yang” mengandung arti menuju. “juga” mengandung arti”sama”. Jadi tidak perlu menggunakan kata”juga” karena terlalu mengulur kata

12

penting kiranya untuk

Penting untuk

“kiranya” merupakan kata tidak baku

13

tersebut diatas

tersebut

“tersebut” mengandung arti menuju. Jadi tidak perlu menggunakan kata “diatas” karena terkesan pemborosan kata.

14

yang sangat berbahaya yang mengancam

Yang sangat berbahaya mengancam

“yang mengancam” merupakan pemborosan kata ,jadi kata “yang” pada kata “yang mengancam” dihapus agar kalimat lebih efektif.

15

dan bisa

Dan dapat

“bisa” kata tidak baku

16

pada semua waktu, tempat dan jabatan

Pada setiap waktu,tempat dan jabatan

Kata “semua” tidak cocok digunakan dalam kalimat tersebut karena tidak baku

17

disegala lini

-

“lini” kata yang dipakai secara khusus

18

bahwa upaya-upaya pencegahan

Bahwa upaya pencegahan

Terkesan pemborosan kata, karena kata “upaya” itu mengandung arti “cara” jadi tidak perlu mengulang kata agar kalimat lebih efektif

0 komentar:

Posting Komentar